Letak geografis dan struktur geologis menyebabkan Indonesia menjadi salah satu negara yang subur, sangat berpotensi sekaligus rawan bencana, antara lain gempa bumi, banjir, tanah longsor, badai, tsunami, kebakaran hutan dan lahan serta letusan gunungapi. Sampai sekarang kita belum mampu secara tuntas menghilangkan risiko bencana akibat fenomena itu. Tetapi kemampuan kita mengenali, memahami dan mensikapi fenomena berisiko itulah yang membuat besaran risiko kita berbeda. Semakin kita mengenali dan memahami fenomena bahaya itu dengan baik, maka kita semakin dapat mensikapinya dengan lebih baik. Sikap dan tanggap yang didasarkan atas pengenalan dan pemahaman yang baik akan bahaya dan kerentanan dapat memperkecil risiko bencana kita.
Bencana (disaster) merupakan fenomena yang terjadi karena komponen-komponen pemicu (trigger), bahaya (hazard), dan kerentanan (vulnerability) bekerja bersama secara sistematis, sehingga menyebabkan terjadinya risiko (risk) pada kita semua. Bencana terjadi apabila kita mempunyai tingkat kemampuan yang lebih rendah dibanding dengan tingkat ancaman yang mungkin terjadi padanya. Bahaya menjadi bencana apabila masyarakat rentan, atau memiliki kapasitas lebih rendah dari tingkat bahaya tersebut, atau bahkan menjadi salah satu sumber ancaman tersebut. Tentu sebaiknya tidak dipisah-pisahkan keberadaannya, sehingga bencana itu terjadi dan upaya-upaya peredaman risiko itu dilakukan. Bencana terjadi apabila masyarakat dan sistem sosial yang lebih tinggi yang bekerja padanya tidak mempunyai kapasitas untuk mengelola ancaman yang terjadi padanya. Ancaman, pemicu dan kerentanan, masing-masing tidak hanya bersifat tunggal, tetapi dapat hadir secara jamak, baik seri maupun paralel, sehingga disebut bencana kompleks.
Bencana seringkali dianggap sebagai sesuatu yang harus terjadi, cenderung diterima apa adanya sebagai sebuah takdir. Saat bencana terjadi, hampir seluruh aktor mencurahkan tenaga dan pikiran untuk melakukan tindakan gawat darurat bagi korban bencana. Selanjutnya, kita disibukkan berbenah melakukan rehabilitasi maupun rekontruksi. Berbagai pengelolaan bencana yang terlah kita lakukan jelas sesuai dan bukan tanpa alasan. Kita melakukan tindakan darurat karena memang begitu banyak korban yang memerlukan pertolongan. Kita perlu melakukan rehabilitasi dan rekontruksi berbagai infrastruktur yang rusak oleh bencana, agar bisa menjalankan rutinitas hidup kita secara normal. Dan, siklus itu selalu saja kita lakukan.
Pengelolaan risiko bencana (PRB) merupakan kegiatan yang meliputi aspek perencanaan dan penanggulangan bencana, pada sebelum, saat dan sesudah terjadi bencana, berupa mitigasi, kesiapsiagaan, penanganan darurat dan pemulihan. Pengelolaan risiko bencana merupakan suatu kerangka kerja konseptual berfokus pada pengurangan ancaman dan potensi kerugian dan bukan pada pengelolaan bencana dan konsekuensinya. Pengelolaan risiko bencana bertujuan untuk mengembangkan suatu “budaya aman” dan menciptakan “masyarakat yang tahan bencana”.
Magister Manajemen Bencana dan Pusat Studi Manajemen Bencana telah berperan aktif dalam kegiatan-kegiatan pananggulangan bencana di Indonesia. UPN “Veteran” Yogyakarta melalui kegiatan Kuliah Kerja Nyata (KKN) Tematis telah ikut serta dalam penanganan darurat gempa dan tsunami Aceh dan Sumatra Utara 2004 dalam bentuk pengiriman dan pelatihan relawan. Hal serupa juga dilakukan pada saat penanganan darurat bencana gempa Yogyakarta dan Jawa Tengah 2006. Dalam penanganan darurat bencana erupsi G. Merapi 2010 UPN “Veteran” Yogyakarta merupakan kampus yang pertama kali menyediakan diri sebagai tempat pengungsian, dengan jumlah pengungsi mencapai 1750 orang. UPN “Veteran” Yogyakarta telah bekerjasama untuk membantu pemerintah kabupaten dan pemerintah propinsi dalam memetakan kawasan rawan bencana (KRB) dan menyusun rencana penanggulangan bencana (RPB) daerahnya maupun rencana kontijensi daerahnya. UPN “Veteran” Yogyakarta juga bekerjasama dengan Balai Penelitian dan Pegembangan Teknologi Kebencanaan Geologi (BPPTKG) untuk melakukan Wajib Latih Penanggulangan Bencana Gunungapi di beberapa gunungapi di Indonesia. UPN “Veteran” Yogyakarta juga mendapat kepercayaan dari Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) untuk menyusun Rencana Induk Penanggulangan Bencana Gunungapi di Indonesia. Terakhir, UPN “Veteran” Yogyakarta mendirikan posko bersama saat terjadi erupsi gunung kelud. Berkenaan dengan hal tersebut maka dirasa perlu meningkatkan peran UPN “Veteran” Yogyakarta dalam PRB secara lebih baik sebagai Kampus Peduli Bencana (KPB). Salah satu rangkaian kegiatan Kampus Peduli Bencana adalah kegiatan “Workshop dan Gladi Kesiapsiagaan Bencana” yang bertepatan dengan Hari Kesiapsiagaan Bencana pada tanggal 26 April 2018. Kegiatan utama pada Hari Kesiapsiagaan Bencana adalah latihan atau simulasi serentak di seluruh wilayah Indonesia sesuai mandat UU Nomor 14 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana.